Jurnal Refleksi Ke-7 (Minggu ke-14)
pada Pendidikan Guru Penggerak tentang Modul 2.3 Coaching dalam
Supervisi Akademik.
Sama hal dengan jurnal refleksi
sebelumnya, jurnal refleksi kali ini menjadi bagian penting dalam pengembangan
keprofesian karena dapat mendorong guru untuk mengaitkan teori dan praktik,
serta menumbuhkan keterampilan dalam mengevaluasi sebuah topik secara kritis
(Bain dkk, 1999). Menuliskan jurnal refleksi secara rutin akan memberikan ruang
bagi seorang praktisi untuk mengambil jeda dan merenungi apakah praktik yang
dijalankannya sudah sesuai, sehingga ia dapat memikirkan langkah berikutnya
untuk meningkatkan praktik yang sudah berlangsung (Driscoll & Teh, 2001).
Jurnal ini juga dapat menjadi sarana untuk menyadari emosi dan reaksi diri yang
terjadi sepanjang pembelajaran (Denton, 2018), sehingga kita dapat semakin
mengenali diri sendiri.
Pada refleksi minggu ke-14 (jurnal refleksi ke-7) ini, saya menggunakan model Papan Cerita Reflektif (Reflective Storyboard). Model ini terdiri dari beberapa gambar bersambung yang mengilustrasikan refleksi yang dialami. Kemudian setiap gambar juga disertai penjelasan singkat.
Adapun
hasil refleksi saya setelah mempelajari Modul 2.3 ini :
Gambar 1. Momen awal yang penting pada modul 2.3 ini adalah pada saat Ruang
Kolaborasi bersama rekan-rekan CGP lainnya dan juga fasilitator. Setelah mempelajari materi penerapan coaching dalam
konteks pendidikan, paradigma berpikir dan prinsip coaching, kompetensi
inti coaching dan TIRTA sebagai alur percakapan coaching,
supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching di Forum Diskusi,
tiba saatnya untuk pertama kali mempraktikkan coaching dalam percakapan
bersama rekan CGP di ruang virtual. Saya bersama salah seorang rekan CGP
mempraktikkan coaching pada hari pertama ruang kolaborasi selama 30
menit secara bergantian sebagai coach dan coachee. Setelah itu di
hari berikutnya kami mempraktikkan kembali percakapan coaching di ruang
virtual untuk direkam sebagai tagihan tugas Ruang Kolaborasi Modul 2.3.
Perasaan saya campur aduk ketika pertama kali melakukan praktik coaching,
apalagi ini dilakukan secara daring (ruang virtual). Tidak banyak yang kami
berdua persiapkan selain materi pembahasan yang dibahas pada percakapan coaching.
Selebihnya mengalir begitu saja termasuk secara spontan memberikan
pertayaan-pertanyaan terbuka yang berbobot untuk memancing coachee menemukan
sendiri jawaban dari masalah yang dihadapinya.
Gambar 2. Momen berikutnya ketika melakukan
percakapan coaching bersama kelompok (2 teman CGP lainnya) dalam
Demonstrasi Kontekstual. Setelah mendapatkan pengalaman coaching di
Ruang Kolaborasi, selanjutnya saya bersama 2 CGP lainnya mempraktikkan kembali percakapan
coaching tetapi secara langsung (tatap muka). Adapun kami bertiga
berperan sebagai coach, coachee, dan pengamat secara bergantian.
Belokasi di salah satu sekolah SMP negeri di Kota Sungailiat. Perasaan saya
sangat bahagia karena semakin mengasah keterampilan coaching apalagi
sekarang dilakukan langsung bertatap muka dengan rekan sejawat. Saya dapat
langsung merasakan suasana dan perasaan coachee ketika saya berpesan
sebagai coach serta mengamati secara langsung proses percakapan yang
dilakukan kedua teman CGP.
Gambar 3. Momen akhir adalah mempraktikkan
rangkaian supervisi klinis dan percakapan dengan paradigma berpikir coaching
secara langsung dengan rekan sejawat. Rangkaian supervisi klinis ini terdiri
dari kegiatan perencanaan sebelum oservasi (pra-observasi), observasi, dan
pasca observasi. Bagi saya, rangkaian supervisi ini bukan hanya sebagai
tuntutan tugas Aksi Nyata Modul 2.3 saja, namun menjadi kesempatan saya
memperkenalkan konsep supervisi akademik yang telah saya pelajari di Pendidikan
Guru Penggerak ini. Supervisi akademik sejatinya menjadi proses pengembangan
guru dalam mempersiapkan pembelajaran selanjutnya. Supervisi akademik
dipersiapkan oleh supervisor dalam hal ini kepala sekolah dimulai dengan
melalukan pra-observasi, menanyakan kepada guru aspek yang akan dikembangkan
dan strategi pengembangannya. Hal inilah yang akan menjadi fokus pengamatan supervisor
ketika melakukan supervisi akademik. Setelah proses pembelajaran dilaksanakan
guru dan diamati (observasi) oleh supervisor, langkah berikutnya adalah
pasca observasi. Tahap ini dilakukan percakapan dengan paradigma coaching antara
supervisor (coach) dan guru (coachee). Dalam aksi nyata
yang telah saya lakukan, saya berkesempatan melakukan rangkaian supervisi
akademik dimulai dengan melakukan percakapan dengan guru mengenai aspek yang
akan menjadi fokus untuk dikembangkan, kemudian mengamati proses pembelajaran
guru di kelas, dan terakhir mempraktikkan percakapan coaching yang dihadiri
oleh Pengajar Praktik. Perasaan saya sungguh sangat bahagia apalagi saat saya
melihat rekan sejawat tidak hanya membantu saya dalam menyelesaikan tugas ini,
namun benar-benar melakukan dengan penuh keseriusan sampai tahap akhir.
Saya sadar, setiap kita mulai
melakukan hal baru akan terjadi banyak kekurangan. Namun, jika percakapan coaching
terus dilakukan, maka keterampilan coaching akan terasah dengan baik.
Apalagi coaching tidak sebatas diterapkan dalam supervisi akademik saja,
bisa diterapkan dalam kondisi lain selama bertujuan untuk menggali
kemampuan/potensi coachee serta membangun kepercayaan diri coachee untuk
mengembangkan ide/gagasannya.
Mari..mulai menerapkan coaching
dalam proses pengembangan kemampuan/potensi tersembunyi dari rekan
sejawat/teman di lingkungan pendidikan dan sekitarnya.
Semoga jurnal refleksi ini
bermanfaat untuk para pembaca.
Semangat untuk terus belajar dan salam bahagia untuk
kita semua..
-------------------------------------Bangka, 17
November 2022-----------------------------------
Penulis : Lisa, S.Pd., (Guru kelas
di UPTD SD Negeri 33 Mendo Barat / Calon Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten
Bangka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar