Jumat, 23 September 2022

Harapan dari Supervisi Akademik

 

Supervisi Akademik (Doc. Pribadi)

Alur MERRDEKA diawali dengan Mulai Dari Diri. Pada Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik, refleksi dari kegiatan supervisi akademik yang rutin dilaksanakan di sekolah oleh kepala sekolah kepada seluruh guru menjadi pembuka pada alur Mulai Dari Diri. Termasuk juga di dalamnya proses pengembangan kompetensi diri.

Selama saya menjadi guru tidak terhitung telah berapa kali diobservasi atau disupervisi, baik itu oleh kepala sekolah dan tim (wakil kepala sekolah/guru senior) maupun juga oleh pengawas sekolah/mata pelajaran. Perasaan saya ketika akan disupervisi pastinya akan deg-degan karena semua proses pembelajaran bersama murid di hari itu akan dilihat langsung.

Kegiatan supervisi umumnya dijadwalkan oleh kepala sekolah/timnya sehingga saya memiliki persiapan untuk mempersiapkan rencana pembelajaran dengan baik. Pengalaman menarik justru ketika disupervisi mendadak/tidak dijadwalkan. Rasanya sangat gugup karena bisa saja di hari itu kondisi saya sedang tidak fit/suasana kelas tidak kondusif namun, saya mencoba mengikuti alur dari RPP yang telah dirancang pada awal semester. Alhamdulillah berjalan lancar walaupun banyak kekurangan di sana-sini. Saya juga mendapatkan beberapa masukkan dari tim supervisinya. Pengalaman lain ketika di supervisi oleh tim akreditasi sekolah. Walaupun supervisi ini telah terjadwal namun, tetap saja perasaan gugup selalu ada, terjadi beberapa kekurangan dalam prosesnya termasuk menyikapi hal-hal yang tidak terduga lainnya.

Beberapa hal yang selalu saya nantikan setelah di supervisi adalah proses evaluasi pembelajaran yang telah saya laksanakan. Mulai dari berdiskusi pada bagian-bagian yang harus diperbaiki lagi dan sebagai bahan refleksi untuk kembali mempersiapkan pembelajaran selanjutnya.

Menurut saya, supervisi ideal yang dapat membantu diri saya untuk berkembang sebagai seorang pendidik adalah berfokus pada bagian yang perlu diperbaiki dengan mengiring pada proses penyelesaian sesuai potensi yang saya punya. Sehingga esensial dari tujuan supervisi terlaksana dengan maksimal. Hakikat supervisi bukan hanya melakukan penilaian saja namun, proses pengembangan diri sebagai pendidik untuk selanjutnya merupakan bagian terpentingnya.

Jika saat ini saya berada pada posisi orang yang melakukan supervisi, posisi saya sehubungan dengan gambaran ideal dari yang telah dikemukakan sebelumnya adalah berada pada situasi 6. Tidak mudah mengiring seseorang untuk memperbaiki proses selanjutnya sesuai dengan potensinya jika kita tidak mengetahui betul nilai positif/potensi yang dimilikinya. Saya juga perlu belajar banyak untuk mengetahui potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk pengembangan kompetensinya.

Aspek yang saya butuhkan untuk dapat mencapai situasi ideal itu adalah mengetahui banyak hal tentang orang yang akan disupervisi termasuk potensi yang dipunya, kompetensi yang telah berkembang, kendala/tantangan yang dihadapi, praktik baik yang telah dilaksanakan, dan sebagainya. Mengapa hal-hal itu dibutuhkan ? Karena proses perkembangan diri dapat diketahui dari potensi / nilai baik yang kita punya, praktik baik yang telah kita lakukan, kendala yang dihadapi, dan faktor lainnya.

Harapan saya juga semoga ke depannya supervisi akademik menjadi salah satu kegiatan yang dapat menjadi bagian dari proses pengembangan kompetensi diri sebagai pendidik. Semoga modul ini mampu menjadi bekal untuk saya mempersiapkan diri sebagai coaching karena saya percaya materi coaching ini adalah bagian penting dalam transformasi pendidikan apalagi ketika dijadikan salah satu modul yang harus dipelajari pada Pendidikan Guru Penggerak ini.

Demikian pengalaman supervisi akademik yang pernah saya rasakan dan harapan dari supervisi akademik yang ingin saya kembangkan serta wujudkan di masa depan.  

Semangat belajar untuk kita semua dan salam bahagia..

Kamis, 22 September 2022

“Refleksi 4P” Aksi Nyata Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional

 

Aksi Nyata Modul 2.2 (Doc. Pribadi)

Peran pendidik yang telah disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara (KHD) adalah penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka tumbuh dan berkembang sebagai individu maupun anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Pemikiran KHD ini mengingatkan kita bahwa tugas pendidik sebagai pemimpin pembelajaran adalah menumbuhkan motivasi murid untuk dapat membangun perhatian yang berkualitas pada materi dengan merancang pengalaman belajar yang mengundang dan bermakna untuk para murid.

Pada alur MERDEKA Modul 2.2 ini telah dipaparkan bagaimana keberpihakkan kepada murid menjadi langkah awal untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD). Bagaimana bentuk keberpihakkan itu ? Memenuhi kebutuhan para murid adalah jawabannya. Beragamnya potensi dan minat murid membuat banyak kebutuhan mereka yang harus terpenuhi. Melalui pembelajaran berdiferensiasi diharapkan dapat mengakomodir keberagaman kebutuhan murid tersebut. Selain itu, guru juga perlu mengetahui dengan baik bagaimana kondisi sosial-emosional murid yang akan dihadapinya. Dari sinilah peran Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam proses pembentukkan karakter murid. 

Pada aksi nyata modul 2.2 menggunakan Model Refleksi 4P. Model refleksi 4P merupakan model refleksi yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. 4P dapat diterjemahkan menjadi 4F, dengan pertanyaan sebagai berikut (disesuaikan dengan yang sedang terjadi pada saat penulisan jurnal). Berikut ini penjelasan Model 4F / Model 4P :

1. Facts (Peristiwa). Menceritakan pengalaman saya mengikuti pembelajaran pada minggu ini atau pada saat menerapkan aksi nyata ke dalam kelas ? Apa hal baik yang saya alami dalam proses tersebut ? Menceritakan juga hambatan atau kesulitan saya selama proses pembelajaran pada minggu ini ? Apa yang saya lakukan dalam mengatasi kendala tersebut ?

2. Feelings (Perasaan). Bagaimana perasaan saya selama pembelajaran berlangsung ? Apa yang saya rasakan ketika menerapkan aksi nyata ke dalam kelas ? Menceritakan hal yang membuat saya memiliki perasaan tersebut.

3. Findings (Pembelajaran). Pelajaran apa yang saya dapatkan dari proses ini? Apa hal baru yang saya ketahui mengenai diri saya setelah proses ini ?

4. Future (Penerapan). Apa yang bisa saya lakukan dengan lebih baik jika saya melakukan hal serupa di masa depan ? Apa aksi/tindakan yang akan saya lakukan setelah belajar dari peristiwa ini ?

Berikut ini refleksi saya pada Aksi Nyata Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional dengan Model Refleksi 4P (Peristiwa, Perasaan, Pembelajaran, dan Penerapan) :

PERISTIWA (FACTS). Moment yang paling penting bagi saya setelah melakukan aksi nyata modul 2.2 ini adalah saya mendapatkan berbagai referensi praktik baik (program penguatan) Kompetensi Sosial dan Emosional di lingkungan sekolah pada Ruang Kolaborasi bersama fasilitator dan rekan CGP lainnya. Kami berdiskusi dan menyusun inisiatif program penguatan KSE bagi murid dan rekan sejawat. Kemudian mempresentasikan hasil kelompok dan saling membagikan praktik baik dalam impelementasi KSE. Ruang Kolaborasi kali ini menjadi inspirasi untuk saya dalam menerapkan KSE di sekolah nantinya.

PERASAAN (FEELINGS). Saya mendemonstrasikan implementasi Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) dengan membuat modul ajar yang tidak hanya terintegrasi KSE namun juga modul ajar berdiferensiasi. Sehingga modul ajar yang saya desain pada demonstrasi kontestual dan telah di terapkan di Kelas 3 adalah Modul Ajar Berdiferensiasi dan Terintegrasi Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE). Sungguh ini adalah pengalaman yang sangat menyenangkan karena ini merupakan bagian dari usaha sadar saya sebagai seorang pendidik dalam memenuhi kebutuhan belajar murid-murid hebat saya di 33 MB.

PEMBELAJARAN (FINDINGS). Hal yang bermanfaat adalah setiap alur MERDEKA pada modul ini memberikan inspirasi kepada saya untuk mempersiapkan pembelajaran yang berpihak kepada murid mulai dari pembelajaran berdiferensiasi yang terintegrasi KSE. Umpan balik yang saya dapatkan adalah kebahagiaan pada murid pada setiap perubahan dari proses pembelajaran yang dilakukan serta saya semakin belajar memahami bahwa sejatinya setiap individu berhak mendapatkan apa yang dibutuhkan sesuai dengan kodratnya sebagai manusia.

PENERAPAN (FUTURE). Rencana saya ke depan untuk meningkatkan pengalaman aksi nyata ini agar lebih luas adalah membagikan praktik baik ini kepada rekan sejawat di sekolah. Mungkin ini tidak mudah namun, mencoba lebih baik daripada tidak sama sekali. Mulai dari hal kecil dengan berbagi hasil tugas yang telah dikerjakan pada PGP dan diunggah pada media online dan media sosial.

Demikianlah aksi nyata modul 2.2 saya, semoga bermanfaat untuk para pembaca.

Semangat belajar untuk kita semua dan salam bahagia…

 

Membawa Pembelajaran Berdiferensiasi ke Kelas 3 (Aksi Nyata Modul 2.1)

Aksi Nyata Modul 2.1 (Doc. Pribadi)

Tujuan pendidikan nasional berakar dari pemikiran Menteri Pertama Indonesia yang sekaligus menjadi tokoh pendidikan nasional Indonesia, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang lebih kita kenal Ki Hajar Dewantara (KHD). Pendidikan yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh KHD saat masa penjajahan masih relevan. Hal ini terbukti dengan dijadikannya pemikiran-pemikiran KHD sebagai landasan praktik pendidikan hingga saat ini terutama pada Kurikulum Merdeka yang resmi diluncurkan oleh Kemendikbud Ristek Februari 2022 lalu.

Sistem pendidikan yang dikembangkan oleh KHD adalah Taman Siswa. Taman siswa bukan hanya menjadi tempat bermain untuk anak namun, juga menjadi tempat untuk anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Anak diberi kemerdekaan untuk mengembangkan kemampuan, minat, dan bakat serta dilengkapi dengan dukungan dalam proses belajarnya. Prinsip dasar Taman Siswa sejatinya tidak menghilangkan kodrat anak untuk bermain namun, anak tetap dapat menikmati proses belajar dengan bahagia di dalamnya.

Pendidikan yang bersumber dari referensi KHD ini merupakan pendidikan yang berpihak pada murid. Bentuk keberpihakkan kepada murid membawa kita sebagai guru menyiapkan proses pembelajaran yang berpusat pada murid. Bagaimana pembelajaran yang berpusat pada murid ? Pastinya pembelajaran yang disiapkan atas dasar kebutuhan murid. Esensi dari profesi guru sama halnya seperti profesi dokter. Seorang dokter menentukan keputusan terbaik dalam mengobati pasiennya dimulai dengan mendiagnosa sakit yang dirasa/keluhkan oleh pasiennya. Setelah itu dokter menganalisis untuk menentukan tindakan terbaik yang harus dilakukan untuk langkah pengobatan pasiennya. Jika kita berada pada posisi pasien, melihat dokter langsung melakukan tindakan tanpa bertanya keluhan yang kita rasa, apa yang akan kita lakukan ? Apa kita akan percaya tindakan yang dilakukan untuk kebaikan kita ?

Sama seperti guru, sebelum memulai proses pembelajaran di kelas, seorang guru haruslah tahu dengan baik siapa muridnya, apa yang dipunya murid (kemampuan/minat/bakatnya), apa yang dibutuhkan murid untuk mengembangkan kemampuannya, dan cara terbaik apa yang bisa diberikan oleh guru untuk memenuhi kebutuhan para muridnya ?

Guru seyogiyanya menyiapkan pembelajaran terbaik yang dapat dimulai dengan melakukan asesmen diagnosis. Asesmen diagnosis terbagi menjadi 2 yaitu non kognitif dan kognitif. Asesmen diagnosis non kognitif bertujuan untuk mengetahui psikologis sosial emosi murid, aktivitas belajar murid di rumah, latar belakang pergaulan murid, gaya belajar murid, karakter serta minat murid. Sementara asesmen diagnosis kognitif dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar dalam memahami suatu materi/konsep pada mata pelajaran tertentu. Bagaimana bentuk asesmen diagnosis non kognitif dan kognitif ? Tentunya alat yang digunakan untuk mendapatkan hasil asesmen diagnosis ini disesuaikan dengan kemampuan dasar murid dan kondisi lingkungan murid berada. Hasil dari asesmen diagnosis ini digunakan guru untuk memetakan kebutuhan dasar murid berdasarkan minat dan profil belajar murid. Sederhananya asesmen diagnosis dilakukan guru untuk mengetahui murid seperti apa yang dihadapinya dan guru bebas menggunakan alat/cara apapun untuk mengetahui kondisi muridnya.

Jika guru sudah memetakan kebutuhan dasar muridnya maka, cara terbaik yang dapat dilakukan guru dalam memenuhi keberagaman kebutuhan belajar murid adalah melalui pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan segala usaha terbaik guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan murid dan berfokus pada kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid. Mengapa pembelajaran berdiferensiasi menjadi pilihan ? Karena pembelajaran berdiferensiasi memiliki karakter :

1.     Kurikulum memiliki Tujuan Pembelajaran (TP) yang didefinisikan secara jelas untuk para muridnya.

2.     Guru merespon dengan menyiapkan dan menyesuaikan rencana pembelajaran yang efektif untuk memenuhi kebutuhan belajar murid.

3.     Lingkungan nyaman yang mengundang murid untuk belajar dengan bahagia, tanpa tekanan, dan murid merasa aman di dalamnya.

4.     Manajemen kelas yang efektif dengan menciptakan rutinitas yang lebih fleksibel namun tetap terstruktur dengan jelas.

5.     Penilaian yang berkelanjutan yang didapat dari penilaian formatif yang telah dilakukan untuk merefleksi proses pembelajaran yang telah dilalui.

Ketika pembelajaran berdiferensiasi menjadi pilihan terbaik guru dalam memenuhi kebutuhan belajar murid di kelas maka, guru dapat mulai menyusun RPP / Modul Ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran. Selain itu guru juga dapat menentukan model pembelajaran dan penilaian yang relevan sesuai dengan Tujuan Pembelajaran (TP) yang diharapkan.

Pembelajaran berdiferensiasi yang telah saya tuangkan dalam modul ajar memuat pembelajaran berdiferensiasi konten, proses, dan produk. Saya mendesai konten modul ajar ini bersumber dari hasil asesmen non kognitif dan kognitif di awal semester. Proses dari implementasi modul ajar ini di kelas berjalan baik dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan belajar murid dan terakhir produk yang dihasilkan berupa kemampuan individu yang mulai berkembang sesuai dengan kelebihan yang dipunya baik itu dari bercerita, menggambar, maupun menulis.

Setelah mempelajari dan memahami makna dari memenuhi kebutuhan murid tentang pembelajaran berdiferensiasi, saya telah mencoba mempraktikkan modul ajar berdiferensiasi yang telah didesain pada modul 2.1. Adapun evaluasi yang saya gunakan untuk refleksi berikutnya adalah pembelajaran diferensiasi terbukti mampu mengakomodir keragaman kebutuhan belajar murid di kelas. Ini merupakan pengalaman baru untuk saya dan pastinya juga untuk para murid. Kekurangan di beberapa komponen tidak dapat dipungkiri, contohnya beberapa murid yang belum bisa fokus pada kelompoknya dan lebih senang melihat kerja kelompok lain. Kemudian ada beberapa murid yang membutuhkan bantuan lebih yaitu murid yang cenderung aktif secara motorik sehingga diperlukan lagi penambahan praktik pada Lembar Kerja Kelompok (LKK). Adapun murid yang perlu mendapat tantangan adalah murid yang mengerjakan LKK dengan baik dan cepat serta mempresentasikan hasilnya dengan baik.

Menciptakan lingkungan belajar yang nyaman untuk mengundang murid bahagia dalam proses pembelajarannya tidaklah mudah. Terkadang desain yang sudah kita siapkan dengan versi terbaik masih saja ada kekurangan dalam mengaplikasikannya di kelas. Namun, perlu disadari satu hal bahwa semua butuh proses baik itu untuk saya sebagai guru dan murid sebagai aktor utamanya. Proses yang telah berjalan ini memacu saya untuk terus melakukan evaluasi dan refleksi agar berikutnya bisa berjalan lebih maksimal lagi. Pastinya..proses yang telah berjalan ini pun membuat anak-anak hebat kelas 3 lebih bahagia.

Terakhir..terima kasih anak-anak hebat 33 MB khususnya Kelas 3.

Demikian artikel saya kali ini, semoga bermanfaat untuk para pembaca khususnya bapak/ibu guru hebat di seluruh Indonesia.

Semangat belajar untuk kita semua dan salam bahagia… 

Selasa, 20 September 2022

Kolaborasi Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial-Emosional

 

Koneksi Antar Materi Modul 2.2 (Doc. Pribadi)

Peran pendidik yang telah disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara (KHD) adalah penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka tumbuh dan berkembang sebagai individu maupun anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Pemikiran KHD ini mengingatkan kita bahwa tugas pendidik sebagai pemimpin pembelajaran adalah menumbuhkan motivasi murid untuk dapat membangun perhatian yang berkualitas pada materi dengan merancang pengalaman belajar yang mengundang dan bermakna untuk para murid.

Pada materi sebelumnya telah dipaparkan bagaimana keberpihakkan kepada murid menjadi langkah awal untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD). Bagaimana bentuk keberpihakkan itu ? Memenuhi kebutuhan para murid adalah jawabannya. Beragamnya potensi dan minat murid membuat banyak kebutuhan mereka yang harus terpenuhi. Melalui pembelajaran berdiferensiasi diharapkan

dapat mengakomodir keberagaman kebutuhan murid tersebut. Selain itu, guru juga perlu mengetahui dengan baik bagaimana kondisi sosial-emosional murid yang akan dihadapinya. Dari sinilah peran Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam proses pembentukkan karakter murid.

Sebelum mempelajari modul ini, saya berpikir bahwa pembelajaran berdiferensiasi sudah cukup sebagai rencana yang dipersiapkan guru untuk memenuhi kebutuhan para muridnya sehingga membuat modul ajar yang berdiferensiasi sudah sangat baik dilakukan. Setelah mempelajari modul ini, ternyata pembelajaran berdiferensiasi tidak cukup untuk menuntun tumbuh kembang murid secara holistik. Pembelajaran seyogianya dapat mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi antara berbagai pihak dalam komunitas di lingkungan sekitar anak untuk tumbuh terutama di komunitas sekolah. Jadi, mengkolaborasikan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial-emosional bagai paket komplit dalam usaha sadar guru untuk memenuhi kebutuhan muridnya.

Ada 3 hal mendasar dan penting yang saya pelajari dari modul ini :

1.   Saya mendapat berbagai referensi praktik baik dalam implementasi Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) di lingkungan sekolah. Praktik baik ini tentunya saya dapatkan dari berbagi bersama rekan sesama CGP di Ruang Kolaborasi. Kami berdiskusi dan menyusun inisiatif program penguatan KSE bagi murid dan rekan sejawat. Kemudian mempresentasikan hasil kelompok dan saling membagikan praktik baik dalam impelementasi KSE. Ruang Kolaborasi kali ini menjadi inspirasi untuk saya dalam menerapkan KSE di sekolah nantinya.

2.   Saya mendemonstrasikan implementasi KSE dengan belajar membuat modul ajar. Jika pada modul sebelumnya saya belajar membuat modul ajar berdiferensiasi maka, pada modul ini saya melengkapi modul ajar saya sebelumnya dengan paket lengkap yaitu Modul Ajar Berdiferensiasi dan Terintegrasi Kompetensi Sosial-Emosional (KSE).

3.   Saya juga memperkuat materi yang telah didapat pada modul 2.2 dari Elaborasi Pemahaman bersama instruktur di ruang virtual sore ini. Bersama Bapak Melkianus Dju Rohi, S.Pd., M.Hum, kami menggali dan mengkonsolidasi pemahaman serta implementasi PSE di kelas, sekolah, dan sekitar. Saya semakin memahami bahwa PSE ini tidak dapat dikerjakan sendiri oleh kita (guru) namun, perlu adanya kolaborasi oleh seluruh komunitas sekolah yang memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperolah dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.

Perubahan yang akan saya terapkan di kelas dan sekolah setelah mempelajari modul ini adalah mulai mengimplementasikan praktik-praktik baik PSE yang telah saya dapatkan pada lingkungan sekitar terutama para murid dan rekan sejawat di sekolah. Pastinya...praktik baik itu disesuaikan dengan kondisi 33 MB (UPTD SD Negeri 33 Mendo Barat), tempat saya menghabiskan hampir seperempat waktu setiap harinya. 

Demikian Koneksi Antar Materi Modul 2.2 saya, semoga bermanfaat untuk para pembaca khususnya bapak/ibu guru hebat di seluruh Indonesia.

Semangat belajar untuk kita semua dan salam bahagia…

 

Alumni SMANSALI bersama Gerbang Si Budi

Kujungan ke SMANSALI (Doc. Pribadi)

Selasa / 20 September 2022, kembali lagi ke sekolah yang dulunya menjadi tempat saya menuntut ilmu. Inilah dia, SMANSALI (SMA Negeri 1 Pemali) Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Belasan tahun tidak lagi berada disini, telah banyak hal yang berubah termasuk sarana dan prasarana baru yang kian bertambah. Sungguh..pemandangan indah, saat memasuki gerbang yang penuh lukisan indah disambut  pohon-pohon rindangnya. Sejuknya..

Kedatangan saya hari ini ke SMANSALI khususnya di Perpustakaan HAYAMU (Cahaya Ilmu) dalam rangka berpartisipasi bersama “Gerbang Si Budi”. Gerbang Si Budi merupakan Gerakan Menyumbang Koleksi Buku Pribadi. Program mandiri ini digagas oleh Perpustakaan HAYAMU untuk menambah koleksi bukunya. Selain itu juga menanamkan budaya positif yaitu menggiatkan literasi sekolah khususnya kecintaan para murid dengan buku yang konon dislogankan sebagai “Jendela Dunia” ini.

Menurut Kepala SMANSALI, Ibu Efflina, M.Pd, dibukanya Gerbang Si Budi selain untuk menambah koleksi buku bacaan di perpustakaan sekolah, juga sebagai salah satu bentuk aksi nyata untuk lebih mendekatkan warga sekolah pada buku-buku.

Sumbangan buku-buku bacaan ini datang dari para murid/guru dalam sekolah dan juga para alumni SMANSALI sendiri. Bahkan ada diantar langsung oleh para alumni ke sekolah dan ada pula yang dikirim via jasa pengiriman.

Saat pertama kali mendapatkan informasi tentang program ini melalui media sosial Facebook, saya pun menginformasikan kembali kepada para alumni untuk hadir berpartisipasi menebarkan Cahaya Ilmu ini sejauh mungkin bersama Gerakan Si Budi. Alhamdulillah..bersama teman-teman dari angkatan tahun 2002, kami berpartisipasi dalam menambah koleksi buku di Perpustakaan HAYAMU. Jumlah buku yang terkumpul mungkin tidak seberapa namun, gerakan aksi nyata dari teman-teman alumni dalam menggiatkan para generasi bangsa untuk cinta dengan buku ini semoga menginspirasi untuk alumni angkatan lainnya.

Saya juga bertemu dengan beberapa guru hebat yang masih aktif mengajar di SMANSALI. Tidak ada yang berubah, senyum manis itu masih terus ada bahkan selalu dirindukan. Salah satu guru yang selalu menginspirasi saya yaitu Ibu Risma (guru mata pelajaran matematika). Hmm…beliau juga menjadi salah satu alasan saya kuliah mengambil jurusan pendidikan matematika.

Bersama Ibu Efflina, saya diberi kesempatan untuk masuk di kelas XII IPA 5 memberikan sedikit cerita tentang “Jangan pernah berhenti bermimpi”. Sangat berbeda rasanya ketika berhadapan dengan para murid yang usianya akan menginjak dewasa ini.

Terima kasih untuk teman-teman alumni angkatan tahun 2002 yang telah bergabung dalam Gerbang Si Budi. Semoga jejak yang ditinggalkan melalui buku-buku dapat bermanfaat untuk para generasi milineal ini.

Terus maju SMANSALI, tidak hanya untuk Perpustakaan HAYAMU nya namun di setiap sudutnya bersama murid-murid hebat penerus daerah dan bangsa.

Semoga Gerakan Si Budi Perpustakaan  HAYAMU ini menjadi awal dari menumbuhkan kembali kecintaan kita pada buku dan melahirkan para penggiat literasi.

Mari…tidak hentinya saya mengajak para alumni SMANSALI dari pelosok negeri untuk bergabung dalam Gerakan Si Budi. Kalau bukan kita, siapa lagi ??!!

Semangat belajar untuk kita semua..

Jayalah SMANSALI.. Salam Literasi.. Salam Bahagia..


*Artikel ini juga telah tayang di : https://www.kompasiana.com/lisasya/632972307bda0222fd30aef3/alumni-smansali-bersama-gerbang-si-budi

Minggu, 18 September 2022

Modul Ajar SD Berdiferensiasi dan Terintegrasi KSE

 

Modul Ajar SD Berdiferensiasi dan Terintegrasi KSE (Doc. Pribadi)

Setelah pada modul sebelumnya mempelajari tentang pembelajaran berdiferensiasi yang digunakan dalam memenuhi keragaman kebutuhan belajar murid, selanjutnya pada modul ini kembali lagi mempelajari tentang pembelajaran yang berbasis kebutuhan murid namun tentang kesiapan psikis murid (sosial dan emosional).

Pada Ruang Kolaborasi Modul 2.2, saya juga telah belajar banyak tentang bagaimana Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) penting untuk dipelajari dalam proses pembelajaran terutama di dalam kelas. Menyiapkan psikis murid sebelum memulai pembelajaran sangat penting agar tujuan pembelajaran dapat tercapai maksimal. PSE merupakan proses pembentukan diri yang berkaitan dengan kesadaran diri, manajemen diri, dan kemampuan relasi, serta berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan murid untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan pembelajaran memecahkannya.

Tugas Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE), kami diharapkan dapat mendemonstrasikan pemahaman tentang implementasi pembelajaran Kompetensi Sosial dan Emosional dalam RPP / Modul Ajar.

Modul ajar ini saya buat dengan menintegrasikan 5 Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yang akan diimplementasikan dalam proses pembelajaran berdiferensiasi. Adapun alasan dalam memilih 5 KSE agar modul ajar ini memuat satu paket komplit KSE yang dibutuhkan dalam perkembangan sosial dan emosional para murid.

Modul ajar ini bukan hanya untuk memenuhi tugas demonstrasi kontekstual di PGP saja tetapi, materi modul ajar ini juga merupakan bagian dari materi kelas yang saya ampuh sekarang yaitu kelas 3 SD. Saya berencana untuk menggunakan modul ajar ini dalam proses pembelajaran di semester ganjil ini. Pertama kali mengajar di kelas dengan pembelajaran berdiferensiasi serta berintegrasi PSE sungguh menantang untuk saya. Semoga saya mampu membawa pembelajaran berdiferensiasi berintegrasi PSE ini ke dalam kelas. Aamiin.

Berikut ini adalah modul ajar yang telah saya persiapkan : https://drive.google.com/file/d/1yZhH4yTOB8Rt-BZfbj2asBwjgQYVmGmI/view?usp=sharing

Saran dan kritik dari bapak/ibu guru yang membaca sangat membantu saya untuk memperbaiki modul ajar berikutnya.

Semoga artikel ini bermanfaat untuk para pembaca…

Semangat belajar untuk kita semua dan salam bahagia…

Jumat, 16 September 2022

Ide Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) Jenjang SD

 

Ide Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional Jenjang SD (Doc. Pribadi)

Kembali hadir di Ruang Kolaborasi pada Modul 2. Diskusi kami pada ruang kolaborasi pada modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional ini membahas Ide Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) Jenjang SD.

Pada Ruang Kolaborasi sesi diskusi Kamis / 15 September 2022, kami membahas tentang ide-ide yang dapat diimplementasikan pada pembelajaran sosial dan emosional untuk murid dan PTK pada jenjang SD.

Sebelum membahas beberapa implementasi PSE pada jenjang SD, ada beberapa materi utama yang kami tampilkan pada presentasi, yaitu :


§  Pengertian Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) merupakan proses pembentukan diri yang berkaitan dengan kesadaran diri, manajemen diri, dan kemampuan relasi, serta berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan pembelajaran memecahkannya.

 

§  Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yang dapat dikembangkan

Adapun 5 KSE yang dapat dikembangkan antara lain :

-       Kesadaran diri (pengenalan emosi)

-       Manajemen diri (mengelola emosi dan melatih fokus)

-       Kesadaran sosial (keterampilan berempati)

-       Keterampilan relasi (keterampilan bekerjasama)

-       Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab

 

§  Bentuk Implementasi Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yang dapat dikembangkan

Bentuk implementasi KSE yang dapat dikembangkan pada jenjang SD antara lain :

1.     Kesadaran diri, bentuk implementasinya :

-  Teknik STOP dengan langkah-langkah dimulai dari Stop (berhenti sejenak), Take a breath (ambil nafas dalam), Observe (amati sensasi pada tubuh, perasaan, pikiran, dan lingkungan), Proceed (selesai dan lanjutkan).

-  Ekspresi Diri dengan Temukan Zonamu. Murid mengekpresikan perasaan yang dirasa murid di hari itu dan menentukan zona warnanya kemudian menceritakan perasaannya itu di depan kelas.

-  Ice breaking. Kegiatan ini ibarat sebuah pemanasan sebelum memulai pembelajaran dan bisa dalam bentuk apa saja, seperti tarian, menyanyi, cerita, bermain tebak-tebakkan, atau lainnya yang dapat meningkatkan semangat murid setelah melakukannya.

-  Restitusi. Guru mengajak murid menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan 3 langkah, yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan/kesepakatan kelas sehingga murid dapat kembali ke dalam kelompoknya dengan karakter/nilai yang lebih kuat.

2.     Manajemen diri bentuk implementasinya dengan Organisasi. Guru mengarahkan para murid untuk aktif berorganisasi di beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang disediakan di sekolah (Pramuka, Olahraga, dan Kesenian).

3.     Kesadaran sosial bentuk implementasinya dengan :

-  Jum’at Amal. Kegiatan infaq yang dilaksanakan setiap hari Jum’at dan seluruh warga sekolah dapat menyisihkan sedikit uang untuk dimasukkan dalam sebuah kotak amal yang nantinya akan digunakan untuk bantuan kepada murid yang mengalami belasungkawa, musibah, dan lainnya.

-  Program Sosial lainnya seperti D-Ka / Dari Kita Untuk Kita. Program sosial dari anak dan untuk anak. Teknisnya anak-anak mengumpulkan sumbangan dalam bentuk apa saja (sembako/barang) untuk diserahkan kepada murid yang membutuhkan dan diadakan dalam momen tertentu seperti perayaan hari besar nasional/agama, akhir semester, dan lainnya.

4.     Keterampilan relasi bentuk implementasinya dengan :

-  5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun) dapat melalui kegiatan salaman pagi, menerapkan kebiasaan baik seperti memberi salam/senyum kepada warga sekolah, berbicara sopan kepada orang yang usianya lebih tua, dan sebagainya.

-  Diskusi kelompok, dapat diadakan dalam proses pembelajaran baik di kelas maupun luar kelas.

5.     Pengambilan keputusan yang betanggung jawab bentuk implementasinya dengan :

-  Kesepakatan kelas. Guru bersama murid membuat kesepakatan kelas dan menyepakati setiap poin pada kesepakatan kelas agar suasana kelas lebih nyaman dan kondusif.

-  Pemilihan ketua kelas. Mengadakan sistem demokrasi dalam pemilihan ketua kelas dan guru membimbing murid menghormati keputusan dari hasil pemilihan serta ketua kelas yang terpilih bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.

Hasil dari diskusi kelompok dipresentasikan di hari kedua Ruang Kolaborasi Jum’at / 16 September 2022 pada ruang virtual bersama fasilitator dan rekan-rekan CGP lainnya. Berikut ini video hasil diskusi yang kami presentasikan : 


Video Implementasi PSE Jenjang SD (Doc. Pdibadi)

Hal menarik yang saya dapatkan dari Ruang Kolaborasi Modul 2.2 ini, banyak praktik baik dari teman CGP lain dalam implementasi pembelajaran sosial dan emosional di sekolahnya. Sungguh sangat menginspirasi saya untuk menerapkannya di 33 MB.

Demikianlah artikel saya tentang hasil diskusi kelompok di Ruang Kolaborasi Modul 2.2. Semoga menginpiraasi untuk para pembaca.

Semangat belajar untuk kita semua dan salam bahagia…

Selasa, 13 September 2022

Jurnal Refleksi Ke-5

 

Jurnal Refleksi Ke-5 (Doc. Pribadi)

Akhir dari setiap modul adalah membuat jurnal refleksi. Kali ini adalah refleksi tentang Modul 2.1 yang telah dipelajari selama waktu 2 minggu ini. Berikut ini Jurnal Refleksi untuk minggu ke-10 (jurnal refleksi ke-5) Modul 2.1 “Pembelajaran Untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid”.

Dalam pendidikan guru, jurnal refleksi dipandang sebagai salah satu elemen kunci pengembangan keprofesian karena dapat mendorong guru untuk mengaitkan teori dan praktik, serta menumbuhkan keterampilan dalam mengevaluasi sebuah topik secara kritis (Bain dkk, 1999). Menuliskan jurnal refleksi secara rutin akan memberikan ruang bagi seorang praktisi untuk mengambil jeda dan merenungi apakah praktik yang dijalankannya sudah sesuai, sehingga ia dapat memikirkan langkah berikutnya untuk meningkatkan praktik yang sudah berlangsung (Driscoll & Teh, 2001). Jurnal ini juga dapat menjadi sarana untuk menyadari emosi dan reaksi diri yang terjadi sepanjang pembelajaran (Denton, 2018), sehingga kita dapat semakin mengenali diri sendiri.

Pada refleksi minggu ke-10 (jurnal refleksi ke-4) ini, saya menggunakan model Refleksi 4C. Model ini terdiri dari Connection (Koneksi), Chalengge (Tantangan), Concept (Konsep), dan Change (Mengubah). Model ini dikembangkan pertama kali oleh Ritchhart, Church dan Morrison (2011). Model ini cocok untuk digunakan dalam merefleksikan materi pembelajaran. Ada beberapa pertanyaan kunci yang menjadi panduan dalam membuat refleksi model ini, yaitu:

1. Connection : Apa keterkaitan materi yang didapat dengan peran saya sebagai Calon Guru Penggerak ?

2. Challenge : Adakah ide, materi atau pendapat dari narasumber yang berbeda dari praktik yang saya jalankan selama ini ?

3. Concept : Menceritakan konsep-konsep utama yang saya pelajari dan bagian penting menurut saya yang dapat untuk terus dibawa selama menjadi Calon Guru Penggerak atau bahkan setelah menjadi Guru Penggerak ?

4) Change : Apa perubahan dalam diri saya yang ingin dilakukan setelah mendapatkan materi ini ?

 

Adapun hasil refleksi saya setelah mempelajari Modul 2.1 ini :

1.   Connection. Pembelajaran Berdiferensiasi bukanlah suatu pilihan untuk saya namun, menjadi suatu konsekuensi logis dari berpusat kepada murid. Hal ini sejalan dengan peran saya sebagai seorang Calon Guru Penggerak yang selalu berpihak kepada kebutuhan murid.

2.   Challenge. Setelah mempelajari modul ini, saya memahami bahwa hal pertama yang harus dilakukan di awal tahun pelajaran baru adalah menyiapkan asesmen diagnosis non kognitif untuk memetakan kebutuhan murid di kelas. Hal yang belum pernah saya lakukan sebelumnya. Saya harus memiliki data lengkap tentang murid saya termasuk kesukaannya, minat, bakat, hal yang disukainya, hal yang tidak disukainya, dan banyak hal lainnya.

3.   Concept. Konsep utama yang akan selalu saya kerjakan selama saya menjadi seorang guru adalah selalu melakukan pemetaan kebutuhan murid agar proses pembelajaran selanjutnya lebih menyenangkan dan bermakna bagi murid.

4.   Change. Ketika kita memilih untuk menyiapkan pembelajaran yang berpusat kepada murid maka, banyak perubahan baru yang akan terjadi termasuk dalam membiasakan diri kita untuk selalu memetakan kebutuhan murid.

Setelah kita mendapatkan pemetaan kebutuhan murid maka, pembelajaran berdiferensiasi dapat menjadi pilihan yang ideal untuk dapat diterapkan dalam kelas. Hal baru untuk kita pastinya akan diawali juga dengan perasaan khawatir dalam menjalaninya. Namun, percayalah kita tidak sendiri. Niat baik dan tekad kuat akan mengalahkan rasa khawatir ini. Pastinya kita juga berada dalam ruang yang tepat yaitu bersama para intruktur, fasilitator, pengajar praktik, rekan CGP dalam Pendidikan Guru Penggerak ini.

Sekian jurnal refleksi ini saya buat dan semoga bermanfaat untuk para pembaca.

Semangat belajar untuk membawa pembelajaran diferensiasi ke dalam kelas kita semua… 

Salam bahagia…

-------------------------------------Bangka, 13 September 2022-----------------------------------

Penulis : Lisa, S.Pd., (Guru kelas di UPTD SD Negeri 33 Mendo Barat / Calon Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Bangka)


Observasi Kelas Penuh Cerita

  Observasi Kelas 1 33 MB, Rabu/06 Maret 2024 (Doc. Pribadi)           Dalam upaya meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) di dunia pendidika...