Pada modul
1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak, telah dipelajari peran guru penggerak
sebagai agen transformasi pendidikan, yaitu berpihak kepada murid, mandiri,
inovatif, kolaboratif, dan reflektif. Dalam masa yang akan datang, peran-peran
ini diharapkan tidak hanya dimiliki oleh guru penggerak saja, namun diharapkan
dapat dimiliki oleh para guru hebat di Indonesia. Setiap guru adalah pemimpin
pembelajaran di kelas, sehingga membawa guru untuk terus belajar sepanjang
hayat untuk menuntun para murid sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya.
Pemimpin
pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya merupakan peran guru sebagai
pemimpin pembelajaran mengelola aset/kekuatan/potensi yang dimiliki oleh
sekolah baik itu aset yang berhubungan dengan manusia, infrastruktur, alam, dan
interaksinya.
Implementasi
guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas dalam mengelola sumber daya dapat
dimulai dari mengajak para murid membuat suasana kelas yang nyaman dan
menyenangkan seperti pada video praktik baik pada Demonstrasi Kontekstual
sebelumnya. Guru memberi kesempatan kepada para murid untuk memimpikan kelas
yang diinginkan sebagai penyemangat dalam belajar. Sebagai seorang pemimpin di
kelas, guru mengupayakan bentuk keberpihakan kepada murid dengan memfokuskan
pada kekuatan yang dimiliki. Kecerdasan, kreatifitas, imajinasi, keterampilan,
dan kemampuan murid lainnya merupakan aset sumber daya utama dimiliki oleh
setiap sekolah khususnya kelas. Aset ini dapat tumbuh dan berkembang sebagai
kekuatan terbesar yang dipunya oleh kelas. Dari mimpi-mimpi murid akan muncul
tindakan dalam mewujudkan mimpi itu berupa ide-ide kreatif dalam mendesain
kelas impian sampai eksekusi kelas sehingga suasana lebih nyaman dan
menyenangkan.
Guru
sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah mengelola sumber daya dengan
program-program berpihak kepada murid seperti mengadakan kegiatan
ekstrakurikuler sebagai wadah mengembangkan keterampilan kolaborasi para murid.
Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler dapat mendekatkan dan menumbuhkan cinta
para murid kepada lingkungan/alam. Sementara implementasi guru sebagai pemimpin
pembelajaran yang berhubungan dengan masyarakat di sekitar sekolah, guru
membangun komunikasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menunjang
pendidikan di sekolah. Contoh dengan melibatkan pihak puskesmas dalam memberikan
edukasi pentingnya kesehatan gigi dan mulut atau berkolaborasi dengan tokoh
agama sekitar untuk kegiatan keagamaan di sekolah.
Sumber daya yang dimiliki
sekolah dapat berkembang secara maksimal jika sebagai pemimpin pembelajaran
menerapkan pendekatan berbasis aset/kekuatan (asset-based approach).
Pendekatan ini mengsugesti kita secara sadar untuk berpikir positif dalam
kehidupan. Aset/kekuatan menjadi tumpuan berpikir dan mengajak kita memusatkan
perhatian pada hal-hal yang berjalan dengan baik, sehingga itu menjadi sumber motivasi
dan inspirasi kita serta lingkungan sekitar. Ketika sebagai pemimpin
pembelajaran memahami dan memfokuskan pada aset/kekuatan yang dimiliki sekolah,
maka dengan pengelolaan sumber daya yang tepat dapat membantu proses
pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas. Contohnya, guru sebagai pemimpin
pembelajaran di kelas dapat melakukan pemetaan kebutuhan murid untuk mengetahui
minat, bakat, serta kemampuan muridnya, sehingga guru dapat memfokuskan proses
pembelajaran dengan apa yang dimiliki murid. Salah satu pembelajaran yang dapat
digunakan dalam mengakomodir keberagaman kebutuhan murid yaitu pembelajaran berdiferensiasi.
Pembelajaran ini mengembangkan aset sumber daya murid seperti keterampilan,
kecerdasan, kreatifitas, serta dapat membentuk kolaborasi dengan aset-lainnya
seperti alam/lingkungan, fisik, sosial, agama, dan budaya.
Sebelum mempelajari modul ini,
pandangan saya dalam merencanakan program sekolah terletak pada kekuatan
finansial dan infrastruktur sarana juga prasarana saja. Tanpa pembangunan yang
maksimal, maka proses pembelajaran pun tidak akan berjalan maksimal. Alhasil
saya hanya disibukkan menilai kelemahan/kekurangan yang dimiliki. Kini, semua
pandangan itu sirna setelah mempelajari modul ini. Ternyata kekuatan
sesungguhnya berawal dari cara kita berpikir positif dengan menilai dan
mengoptimalkan potensi/kekuatan yang telah dimiliki. Pikiran positif mampu
membawa kita untuk bergerak positif menuntun pada keberpihakkan kepada murid.
Mari..secara perlahan kita
mengubah cara pandang untuk lebih berpikir positif dalam mengelola
aset/kekuatan yang sudah dimiliki. Tidak harus perubahan besar, mulailah dari
perubahan-perubahan kecil yang kita bisa.
Demikianlah artikel saya pada
Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya. Semoga menginspirasi untuk para
pembaca.
Semangat belajar untuk kita
semua dan salam bahagia…
Prakarsa Perubahan BAGJA pada Kelas Impian Modul 3.2 (Doc. Pribadi)
Tiba
waktunya pada Demonstrasi Kontekstual Modul 3.2 Pemimpin
dalam Pengelolaan Sumber Daya. Melewati modul per modul, semakin
mengajarkan saya bahwa semua modul pada Pendidikan Guru Penggerak (PGP)
memiliki keterkaitan yang erat termasuk dalam menyelesaikan tugas pada modul
demonstrasi kontekstual ini. Hal ini mengisyaratkan bahwa kolaborasi menjadi
bagian terpenting dan tidak terpisahkan dalam mewujudkan merdeka belajar.
Adapun tujuan
dari pembelajaran pada demonstrasi kontekstual modul 3.2 ini agar para CGP
dapat: menganalisis tentang visi dan prakarsa perubahan dari video praktik baik
yang ada; mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
masing-masing tahapan BAGJA dari video yang ada; mengidentifikasi peran pemimpin
pembelajaran dari video yang ada; dan menganalisis modal utama apa saja yng
dimanfaatkan dari video praktik baik yang ada.
Setelah
melewati pembelajaran demi pembelajaran, bersama-sama berproses, berlatih
melihat, dan mengidentifikasi aset serta kekuatan yang dimiliki daerah bersama
rekan CGP lainnya pada Ruang Koloborasi sebelumnya, saatnya menganalisis dan
mengidentifikasi video praktik baik yang menggambarkan pemanfaatan sumber daya
sekolah untuk peningkatan kualitas pembelajaran murid. Video praktik baik
tersebut tersedia pada channel youtube : https://www.youtube.com/watch?v=YMflitCt1yI (Sumber :
Pendidikan Guru Penggerak).
Dalam menganalisis
video ini, kami diminta untuk mengaitkan pengetahuan pada Modul 1.3 Visi Guru
Penggerak, visi prakarsa perubahan BAGJA. Adapun hasil dari analisis video
praktik baik ini saya beri judul “Prakarsa Perubahan BAGJA dalam Kelas Impian”
dan tersedia di channel youtube:
Video Prakarsa Perubahan BAGJA pada Kelas Impian Modul 3.2 (Doc. Pribadi)
. Dalam
video ini saya menggambarkan visi dari sekolah tempat guru tersebut mengabdi,
prakarsa perubahan yang akan dilakukan oleh guru, pertanyaan utama dari
kegiatan yang dilakukan oleh guru, dan kegiatan/tindakan setiap tahapan BAGJA yang
dilakukan oleh guru.
Berikut ini hasil analisis saya
dari video yang ada mengenai peran pemimpin (guru) dalam melakukan prakarsa perubahan
BAGJA :
1. Guru melakukan perubahan yang akan dilakukan ini dari hasil diskusinya
bersama rekan sejawat. Bahkan guru tersebut juga mengajak rekannya merumuskan
pertanyaan utama dari prakarsa perubahan yang akan dilakukan. Ini merupakan
bagian dari kolaborasi guru dengan rekan sejawat dalam setiap proses
pembelajaran di sekolah. Segala bentuk perubahan yang akan dilakukan oleh guru
di sekolah baik itu sebagai pemimpin pembelajaran di kelas memerlukan kolaborasi
dari pihak dalam sekolah, salah satunya bersama rekan sejawat yang telah
terlebih dahulu melakukan perubahan.
2. Guru menanyakan langsung kepada
para murid mengenai kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar yang
menjadi impian mereka selama ini. Bagian ini merupakan bentuk keberpihakkan kepada
murid. Guru menyadari bahwa dengan memenuhi kebutuhan murid diharapkan dapat memberikan
semangat kepada para murid untuk selalu bahagia menikmati proses belajar di
sekolah terutama di kelas.
3. Guru memfokuskan perubahan yang
akan dilakukan dengan mengoptimalkan aset/kekuatan yang sudah dimiliki di kelas
dan sekitarnya.
4. Guru menjadi pemimpin
pembelajaran di kelas dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk tumbuh
dan berkembang dari proses belajar yang akan dilakukan untuk kelasnya. Mulai
dari mengajak para murid menceritakan kelas impian mereka, artinya guru membangun
dalam diri murid bahwa setiap manusia punya mimpi dan tidak perlu takut untuk
bermimpi. Kemudian guru mengajak para murid melakukan langkah-langkah kecil untuk
mewujudkan kelas impian itu. Para murid mungkin akan menilai bahwa mewujudkan
ini perlu modal (finansial) yang besar dan akan sulit untuk terrealisasi.
Namun, guru memberikan motivasi bahwa untuk mewujudkan kelas impian yang
dibutuhkan adalah tekad kuat dan potensi yang telah dimiliki.
5. Guru memberikan apresiasi dari setiap pencapaian kecil yang dilakukan
murid sebagai bentuk motivasi kepada mereka bahwa dari hal-hal kecil yang
dilakukan ada hal besar yang sedang menanti. Dari ide-ide para murid, berdiskusi
dan mendesain kelas yang diimpikan dalam kelompok, memetakan yang harus dilakukan
untuk mewujudkan kelas impian, hingga berkontribusi dalam melakukan setiap langkah
yang telah direncanakan. Hasilnya dapat terlihat dari betapa bahagianya wajah
para murid setelah berhasil mengubah kelasnya sesuai dengan yang mereka
mimpikan.
Modal utama yang dimanfaatkan
oleh pemimpin pembelajaran dalam video yang ada adalah sumber daya. Sumber Daya
Manusia (SDM) dalam hal ini adalah para murid, menjadi invetaris besar dalam
perubahan prakarsa BAGJA yang telah dilakukan. Perubahan yang telah dilakukan juga
menjadi bentuk terwujudnya Profil Pelajar Pancasila. Elemen yang muncul adalah
pelajar yang:
- Berakhlak mulia ditunjukkan dengan bersikap menghormati dan menghargai kepada
sesama.
- Berkhebinekaan global dengan bersifat
terbuka dengan pandangan orang lain.
- Bergotong-royong dengan bergerak
bersama dalam melakukan perubahan untuk kelas impian.
- Mandiri dengan bertanggung
jawab atas proses dan hasil yang telah dilakukan untuk perubahan kelas impian.
- Bernalar kritis dengan bersikap
logis, relevan, dan respek terhadap hal yang ada dan sedang terjadi.
- Kreatif dengan mewujudkan kelas impian dengan mengembangkan ide-ide baru
dan menemukan cara-cara baru untuk memandang masalah menjadi peluang.
Dari menganalisis video ini,
mengajarkan hal penting kepada saya ternyata melakukan sebuah perubahan bisa
dimulai dari hal sederhana dengan sesuatu yang sudah kita miliki dan
mengoptimalkan semua aset yang sudah ada.
Ayo..kita lakukan sebuah
perubahan dengan mengelola aset/kekuatan yang sudah kita miliki. Tidak harus
perubahan besar, mulailah dari perubahan-perubahan kecil.
Demikianlah artikel saya pada
Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya. Semoga menginpiraasi untuk para
pembaca.
Semangat belajar untuk kita
semua dan salam bahagia…
Seseorang yang berada di dalam
sebuah komunitas bukan lagi membawa atas dirinya sendiri (individu), namun
telah menjadi bagian dari tumbuh dan berkembangnya komunitas. Pandangan,
gagasan, dan ide yang muncul dari semua anggota diatas namakan untukkomunitas. Sama halnya komunitas di sekolah,
pemimpin di sekolah menentukan kebijakan berlandas kepentingan sekolah terutama
keberpihakkan kepada murid.
Sekolah berada dalam suatu
teritorial, baik itu tingkat kabupaten maupun provinsi. Setiap kabupaten/provinsi
pastinya memiliki kekuatan (modal/aset/potensi) sendiri untuk menjalankan roda
pemerintahannya. Kekuatan itu menjadikan suatu daerah dapat mengintegrasikan
semua aspek pemerintahan demi tumbuhnya setiap sektor kehidupan di dalamnya.
Salah satunya bagian dari pertumbuhan sektor di suatu daerah adalah bidang
pendidikan khususnya sekolah.
Sekolah menjadi bagian dari
kekuatan yang dimiliki oleh suatu daerah dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang berkualitas dan tangguh sehingga dapat beradaptasi dengan baik di
perubahan zaman dan alam. Sebelum saya mempelajari modul ini, saya berpikir
suatu wilayah memiliki potensi SDM, finansial, dan alam saja, ternyata ada 7
(tujuh) aset yang dimiliki oleh suatu daerah.
Pada Ruang Kolaborasi Modul
3.2 ini, kelompok kami menganalisis aset/modal yang dimiliki Kota Sungailiat
untuk sekolah. Namun, sebelumnya mari kita mengenal 7 aspek yang dimiliki daerah
dalam upaya memajukan dan mengembangkan pendidikan di sekolah. Berikut ini 7
aset yang dimiliki Kota Sungailiat yang dapat diintegrasikan serta
dikolaborasikan untuk sekolah :
1.Aset Manusia
Sember daya yang berkualitas merupakan
investasi penting, karena berkorelasi dengan sektor lainnya seperti kesehatan,
pendidikan, kesejahteraan, dan lainnya. Adapun aset/modal yang dimiliki setiap individu
berupa pengetahuan, kecerdasan, kreatifitas, keterampilan, dan lainnya yang
berhubungan dengan olah raga, olah rasa, olah jiwa menjadi modal dalam suatu
komunitas. Selain itu, kecakapan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain
(kolaborasi) baik termasuk berkomunikasi menjadi aset penting bagi seorang pemimpin.
Sekolah dapat menjadikan aset
manusia yang dimiliki daerah sebagai investasi SDM dalam memajukan dan
menggembangkan pendidikan di berbagai hal termasuk pengembangan karakter individu.
2.Aset Sosial
Bagian dari aset ini adalah
norma/aturan yang mengikat warga di dalamnya dan bersifat mengatur dalam pola berperilaku,
unsur kepercayaan (trust), jaringan (networking) bermasyarakat (komunitas).
Investasi/aset yang saling berdampingan dalam hubungan di masyarakat seperti
kepemimpinan, kerjasama, saling percaya, rasa memiliki, dan rasa peduli yang
tumbuh demi tujuan yang sama.
Aset sosial dalam masyarakat
yang dapat diintegrasikan oleh sekolah meliputi komunitas yang bersentuhan langsung
ataupun berkorelasi dalam upaya memajukan pendidikan khsususnya di daerah.
3.Aset Fisik
Aset/modal fisik terdiri dari
infrastruktur atau sarana prasarana publik mulai dari bangunan, jalan raya,
sistem pembuangan, sistem air, mesin, jalur komunikasi, alat transportasi, dan
lainnya.
Sekolah dapat menggunakan
berbagai aset fisik yang dimiliki daerah mulai dari sarana/prasarna publik yang
dapat memberikan fasilitas berupa edukasi, seperti perpustakaan daerah, RRI,
taman kota, hutan lindung, dan lainnya.
4.Aset Lingkungan/Alam
Lingkungan/alam merupakan investasi
alami langsung dari tempat tinggal manusia di bumi ini. Aset alam menjadi
bagian yang tidak akan lepas dari aktivitas manusia dan diperlukan tekad kuat dalam menjaga
kelestariannya demi generasi berikutnya. Contoh aset alam seperti bumi yang
mempunyai udara segar, laut, taman, hutan, pantai, tanah yang subur dan
lainnya. Kepulauan Bangka Belitung banyak menyediakan pantai yang indah dan
cantik dengan ciri khasnya pasir putih dan batu besar di sekitar bibir pantainya.
Potensi alami yang dimiliki daerah
dapat mendidik para generasi muda tidak hanya memanfaatkannya dengan baik
sebagai media pembelajaran, namun menjaga dan melestarikan itu adalah yang
utama.
5.Aset Finansial
Dukungan finansial (keuangan)
yang dimiliki oleh suatu komunitas dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan
dan kegiatan yang direncanakan oleh komunitas. Modal finansial meliputi tabungan,
anggaran pendapatan daerah, pembayaran pajak, dan smber lainnya.
Pemerintah daerah pastinya menyiapkan
anggaran untuk setiap sektor di dalam wilayahnya terutama dalam sektor
pendidikan. Sekolah menerimanya dalam bentuk sumber APBD, isentif ASN/Non ASN,
bantuan beasiswa, dan sebagainya.
6.Aset Politik
Aset politik merupakan ukuran
keterlibatan sosial atau kebijakan pemerintah daerah khsususnya dalam mengatur
semua sektor dalam wilayahnya. Kebijakan sekolah dalam membuat suatu aturan pastinya
akan berpegang pada kebijakan umum yang bersumber dari pemimpin di tingkat
lebih atas, seperti pemimpin pemerintahan di kabupaten dan pemimpin di dinas
pendidikan.
7.Aset Agama dan Budaya
Empati, perhatian, kasih
sayang, nilai religi, nilai sejarah, warisan budaya, dan nilai-nilai lainnya
yang bersifat unsur-unsur dalam kegiatan pelayanan merupakan bagian dari aset
agama dan budaya suatu daerah. Identifikasi dan pemetaan aset ini merupakan
langkah penting untuk melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan maupun
keagamaan dalam suatu komunitas untuk menunjang pengembangan karakter individu serta
perencanaan kegiatan bersama.
Ekosistem sekolah yang nyaman dan aman dapat
terwujud melalui kolaborasi dari semua pihak yang terlibat terutama dengan pemangku
kepentingan .Aset-aset yang dimiliki oleh daerah akan memberikan konstibusi
sangat besar dalam upaya menumbuhkan dan mengembangkan pendidikan di sekolah. Sehingga
sekolah berfokus pada kekuatan/aset yang dimiliki masyarakat sebagai basis
utama dalam pengembangan program. Fokus pada kekuatan ini dinamakan Pendekatan
Komunitas Berbasis Aset (Asset Based Community Development / ABCD).
Pendekatan ini hadir untuk menumbuhkan mental positif serta memberikan semangat
kepada setiap individu dalam suatu komunitas untuk terbiasa mengekplorasi
potensi/kemampuan diri.
Pada Ruang Kolaborasi Modul 3.2 ini, saya bersama dua
rekan CGP lainnya mengidentifikasi aset/modal yang dimiliki daerah (Kota Sungailiat) untuk
pengembangan pendidikan khususnya di sekolah-sekolah. Kami melakukan diskusi di hari Rabu/ 26 Oktober
2022 dan mempresentasikan hasilnya di hari kedua Ruang Kolaborasi Kamis / 27 Oktober
2022. Adapun hasil diskusi kelompok kamitersedia di channel Youtube :
Video hasil Ruang Kolaborasi Modul 3.2 (Doc. Pribadi)
Hal menarik yang
saya dapatkan dari Ruang Kolaborasi Modul 3.2 ini adalah saya belajar banyak
tentang aset daerah yang digunakan sebagai kekuatan dalam upaya memanjukan dan mengembangkan
sekolah. Kami juga mengidentifikasi setiap aspek dan komponen serta strategi
pemanfaatannya dalam perencanaan program-program sekolah termasuk bentuk
kegiatan keberpihakkan kepada murid. Sehingga ke depannya sekolah dapat melahirkan
SDM yang berkualitas untuk agama, masyarakat, dan negara.
Demikianlah
artikel saya tentang hasil diskusi dan presentasi dari kelompok kami di Ruang
Kolaborasi Modul 3.2 ini. Mari terus belajar memfokuskan diri pada kekuatan
yang kita miliki dalam upaya pengembangan kompetensi diri dan komunitas.
Semoga artikel
ini menginspirasi untuk para pembaca.
Semangat belajar
untuk kita semua dan salam bahagia…
Lomba Mewarnai dalam peringatan Maulid Nabi di 33 MB (Doc. Pribadi)
Peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW tanggal 12 Rabiul Awal 1444 H tahun ini tepat jatuh
pada hari Sabtu / 08 Oktober 2022 lalu. Walaupun 2 pekan telah berlalu, tidak menyurutkan
semangat para murid 33 MB memeriahkan lomba mewarnai yang dilaksanakan di sekolah
hari Jum’at / 21 Oktober 2022.
Para
murid memaknai hari kelahiran Nabi Muhammad SAW setiap tahunnya dengan suasana
yang penuh makna walaupun dalam keadaan yang sangat sederhana. Hal senada juga disampaikan
oleh Ibu Suraidah, S.Pd.I guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
selaku ketua pelaksana kegiatan ini menuturkan, “Kegiatan ini sederhana, namun
sarat makna dan sekolah terus berupaya mengadakan kegiatan-kegiatan serupa yang
berpihak kepada anak-anak.”
Kegiatan
ini juga didukung oleh para orangtua dalam mengapresiasi program-program
sekolah terutama pembelajaran berpusat kepada murid, salah satunya memfasilitasi
anak-anaknya untuk mengikuti perlombaan ini dengan menyiapkan alat tulis dan
pensil warna lengkap.
Selasa
/ 25 Oktober 2022, anak-anak sangat antusias menunggu pengumuman dari hasil
lomba mewarnai Jum’at lalu. Pemenang dari lomba mewarnai terdiri dari 3 kategori,
yaitu: juara 1, 2, dan 3 kategori kelas bawah mendapatkan piala dan piagam
penghargaan; juara 1,2, dan 3 kategori kelas atas mendapatkan piala dan piagam
penghargaan; dan juara favorit dari semua kelas didapat dari puluhan anak-anak
hebat 33 MB. Pemberian piala dan piagam pun dilakukan langsung oleh Bapak
Soleh, S.Pd.I selaku kepala sekolah, ketua pelaksana, dan guru-guru, serta pegawai
33 MB.
Semangat
anak-anak dalam menjalani proses pembelajaran di sekolah, membawa sekolah berupaya
memberi ruang dalam mengembangkan minat dan bakat anak-anak dengan mengadakan
lomba mewarnai ini. Anak-anak dapat mengekspresikan diri salah satunya dengan
menuangkan warna-warna indah dalam kertas gambar.
Demikianlah
artikel saya kali ini, kepada semua pihak yang terlibat dalam perlombaan ini
terima kasih atas dukungan dan kolaborasi yang solid. Terus bergerak 33 MB
wujudkan merdeka belajar untuk anak-anak Indonesia, anak-anak hebat 33 MB.
Salam
bahagia dan semangat belajar untuk kita semua…
Telah tiba di alur Koneksi Antar Materi Modul
3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin.
Sebuah kutipan dari Bob Talbert yang saya dapatkan dalam LMS pada modul ini :
“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang
berharga/utama adalah yang terbaik”. Kutipan ini membuat saya semakin memaknai
seni mengajar tidak semata-mata untuk hasil akhirnya, tetapi bagian yang berharga
adalah proses dalam menjalaninya. Mengajarkan anak untuk bisa sesuatu itu
penting, namun akan lebih bermakna jika proses yang mereka lalui melekat
sebagai nilai / karakter pribadi mereka hingga dewasa nanti. Nilai apa yang
diharapkan dan untuk apa nilai-nilai itu ? Nilai-nilai kebajikan untuk
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya, tidak hanya sebagai individu,
namun sebagai makhluk sosial. Hal ini juga sejalan dengan konsep belajar dan
tujuan pendidikan Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.
Dalam
dunia pendidikan, sering kita didengar semboyan Ki Hajar Dewantara, yaitu Ing
Ngarso Sung Tolodo artinya di depan jadi teladan atau panutan, Ing Madya
Mangun Karso yang artinya di tengah membangun semangat atau motivasi, dan Tut
Wuri Handayani artinya di belakang memberi dorongan atau kekuatan. Apabila semboyan ini dilaksanakan oleh guru, maka akan
memberikan pengaruh positif terhadap anak didiknya. Jika dikaitkan dengan
penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin, maka pemimpin harus
mampu memberikan contoh baik/teladan/panutan secara sikap, perilaku, kebijakan
maupun pemikirannya. Ketika pemimpin berada ditengah-tengah anggotanya,
pemimpin mampu memberikan semangat/motivasi kepada anggotanya untuk terus maju
memperjuangkan tujuan bersama. Kemudian sebagai pemimpin juga harus memberi
kewenangan dan kekuasaan kepada anggotanya. Hal tersebut untuk menciptakan
kepemimpinan yang berkesinambungan guna mempersiapkan pemimpin dari generasi
berikutnya.
Nilai-nilai kebajikan yang tertanam dalam diri
kita sebagai seorang pendidik bermula dari pribadi keseharian yang tumbuh dalam
keluarga dan lingkungan kita, kemudian terintegrasi menjadi bentuk
keberpihakkan kepada murid. Konsekuensi logis dari pilihan ini memacu untuk
terus mandiri menggembangkan kompetensi dalam perubahan zaman, berinovatif
dalam upaya menyajikan pembelajaran yang menarik, dan berkolaborasi dengan
semua pihak yang terlibat dalam proses belajar murid, serta selalu merefleksi
untuk mempersiapkan rencana baru yang lebih baik dari sebelumnya. Semua nilai
ini pastinya memberi pengaruh besar kepada prinsip-prinsip seorang pemimpin
agar semua keputusan yang diambil berlandaskan pertimbangan-pertimbangan yang
matang sehingga menghasilkan keputusan yang bijak dan dapat dipertanggung
jawabkan.
Pengambilan keputusan juga berkaitan dengan
peran kita sebagai coach pada kegiatan coaching. Mengapa demikian
? Peran guru sebagai penuntun berhubungan erat dengan peran seorang pemimpin
dalam memberikan kesempatan untuk anggotanya mengembangkan potensi yang
dipunya. Jika dikaitkan dengan coaching, seorang coach juga
menuntun dan berfokus pada coachee menemukan solusi dari permasalahannya
serta membangun kepercayaan diri. Seberapa efektif keputusan yang telah
diambil, tentu kita tidak akan pernah tahu selama kita belum pernah membuat
keputusan. Keterampilan coaching akan bergerak seirama dengan
keterampilan dalam pengambilan keputusan karena bersumber dari “menuntun” untuk
membangun dan mengembangkan karakter / nilai dalam diri orang lain.
Kemampuan guru dalam mengelola aspek sosial dan
emosional sangat berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya
dilema etika. Penerapan 9 langkah dalam pengambilan keputusan membutuhkan
suasana, kondisi, pikiran, dan hati yang tenang. Harapannya keputusan yang
diambil menjadi keputusan yang bijak untuk masalah yang sedang dihadapi.
Studi kasus yang fokus pada masalah moral atau
dilema etika selalu dikembalikan pada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik dalam
kepemimpinannya. Bahkan dalam 9 langkah penerapan pengambilan keputusan yang
telah saya pelajari di modul ini dimulai dengan melihat nilai-nilai kebajikan /
universal yang saling bertentangan. Mengapa demikian ? Karena nilai kebajikan
merupakan akar dari karakter baik yang berpotensi berkembang dalam suatu kasus
yang sedang dihadapi. Sehingga untuk mewujudkan ini, seorang pemimpin bukan
hanya dituntut untuk menyelesaikan masalah dengan pengambilan keputusan saja,
namun berfokus pada pengembangan karakter semua pihak yang terlibat di
dalamnya.
Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya
berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman.
Seorang pemimpin dalam mengambil suatu keputusan pastilah melalui proses
analisis masalah yang panjang apalagi jika menerapkan 9 langkah dalam
pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil dengan penerapan 9 langkah ini
mempertimbangkan segala aspek sehingga pada akhirnya didapatlah suatu keputusan
bijak yang diharapkan membawa lingkungan lebih positif, aman, bahkan kondusif.
Tantangan-tantangan di lingkungan saya dalam
menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika berkaitan
dengan paradigma di lingkungan apalagi itu telah berakar lama dan membudaya.
Salah satu contohnya paradigma kebenaran lawan kesetiaan. Bagaimana sebagai
seorang pemimpin harus menaati peraturan, namun tidak melukai perasaan rekannya?
Apalagi jika telah membudaya selalu membuat pengecualian untuk menjaga perasaan
orang lain. Dari modul ini saya belajar untuk mengajak rekan-rekan sejawat membangun
ekosistem sekolah yang berpihak kepada murid sehingga dengan ini diharapkan
muncul dan membudayanya kesepakatan sebagai nilai-nilai yang kita yakini
bersama.
Pengambilan keputusan yang kita ambil,
berpengaruh dengan pengajaran yang memerdekakan murid. Salah satu contohnya
ketika kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid yang
berbeda-beda melalui pembelajaran berdiferensiasi. Pada modul 2.1, kita telah
mempelajari bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat mengakomodir
keberagaman kebutuhan belajar murid. Ketika kita memilih untuk berpihak kepada
murid, pembelajaran berdiferensiasi menjadi konsekuaensi logis dari
keberpihakkan itu.
Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil
keputusan dapat mempengaruhi kehidupan masa depan murid-muridnya. Setiap
keputusan yang kita ambil sebagai pemimpin pembelajaran khususnya di kelas
dapat memberi pengaruh besar pada proses tumbuh dan berkembangnya karakter anak.
Bahkan di banyak kejadian, terlalu besarnya pengaruh keputusan yang dibuat
seorang guru dapat melekat di memori anak sehingga terbawa sampai dewasa. Contohnya
ketika kita mengetahui ada murid yang butuh waktu lama untuk memahami suatu
konsep / materi pembelajaran, namun dia memiliki semangat belajar yang sungguh
luar biasa. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran di kelas, kita memutuskan
berlaku adil kepadanya dengan memberikan kesempatan untuk menyelesaikan sesuatu
sesuai dengan standar penilaiannya. Lalu, dengan kesempatan yang kita berikan, membentuk
kepribadian yang pantang menyerah dan bertanggung jawab dalam setiap hal yang
dilakukannya. Jika hal ini terus terjadi dan membentuk kebiasaan dalam
hidupnya, maka secara tidak langsung kita telah berperan andil dalam membangun
pribadi pantang menyarah dan bertanggung jawab dalam diri anak ini.
Kesimpulan akhir yang dapat saya tarik dari
pembelajaran modul materi ini adalah untuk menjadi pemimpin khsususnya pemimpin
pembelajaran dibutuhkan ilmu, pikiran, dan hati yang saling berkolaborasi
sehingga menghasilkan suatu keputusan yang bijak. Tidak akan berarti dan
bermakna keputusan tanpa nilai-nilai kebajikan yang diyakini dalam ilmu (sistem
/ peraturan yang berlaku) serta pikiran juga hati yang tenang. Kaitannya dengan
modul-modul sebelumnya adalah mempersiapkan diri saya untuk memahami lebih
mendalam lagi tujuan dari Pendidikan Guru Penggerak ini. Pada modul 1, saya
memahami bahwa guru harus berpihak kepada murid seperti pemikiran Ki Hajar
Dewantara bahwa setiap anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat alam dan
kodrat zamannya. Bentuk dari keberpihakkan itu direncanakan dan dilaksanakan
dalam modul 2, yaitu pembelajaran berdiferensiasi yang mengakomodir keberagaman
kebutuhan belajar murid serta terintegrasi dengan pembelajaran sosial dan
emosional.
Pemahaman saya setelah mempelajari modul ini,
seperti dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3
prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian
keputusan menjadi awal untuk melatih keterampilan saya dalam mengambil suatu
keputusan yang lebih bijak. Hal yang diluar dugaan saya setelah mempelajari
modul ini terutama dari tugas Demonstrasi Kontekstual sebelumnya, setiap
pemimpin punya gaya kepemimpinan yang berbeda dan secara umum telah menerapkan
langkah pengambilan keputusan, hanya tidak implisit seperti yang dipelajari
pada modul 3.1 ini.
Sebelum mempelajari modul ini, saya pernah
menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema.
Ada perbedaan pengambilan keputusan dengan yang dipelajari dalam modul ini,
yaitu pada langkah-langkah tertata dalam sebuah kerangka sehingga mempermudah
kita dalam proses pengambilan keputusan. Jika keterampilan pengambilan
keputusan ini terus kita asah, maka kita akan lebih percaya diri dan berani
dalam mengambil keputusan yang bijak dan bertanggung jawab.
Perubahan yang terjadi pada cara saya dalam
mengambil keputusan sebelum dan sesudah mempelajari modul ini adalah saya lebih
siap dan berani karena terbantu dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian
keputusan. Sebelum mempelajari modul ini, ketika saya menemui suatu masalah
yang harus diselesaikan dengan pengambilan keputusan, saya bingung harus
memulai dari mana untuk proses menemukan solusi apalagi sampai pengambilan
keputusannya. Namun, setelah mempelajari modul ini, saya tidak perlu ragu lagi
untuk memulai proses penyelesaian dan pengambilan keputusan karena 9 langkah
pengambilan dan pengujian keputusan sangat membantu secara teoritis. Selebihnya
adalah memperbanyak praktik dalam pengambilan keputusan.
Modul ini sangat penting bagi saya sebagai
individu dan seorang pemimpin karena saya sadar bahawa karakter / nilai kebajikan
dalam diri kita dan diyakini bersama merupakan akar dalam proses penyelesaian suatu
masalah hingga pengambilan keputusan bijak dan penuh tanggung jawab.
Demikianlah artikel saya mengenai proses belajar menjadi seorang
pemimpin pada Koneksi Antar Materi Modul 3.1 ini. Semoga menginpiraasi untuk
para pembaca khususnya untuk para guru hebat di tanah air dalam menyiapkan diri
sebagai pemimpin masa depan.
Semangat belajar untuk kita semua dan salam
bahagia…
Analisis dan Refleksi Praktik Pengambilan Keputusan (Doc. Pribadi)
Tahapan Demonstrasi
Kontekstual Modul 3.1 ini merupakan wadah bagi saya untuk mengetahui seberapa
besar pemahaman mengenai keseluruhan materi pada modul ini. Terutama
unsur-unsur yang dapat diterapkan dalam 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah
pengambilan dan pengujian keputusan. Kesempatan untuk mengetahui pemahaman
materi yang telah dipelajari dilakukan dengan mengadakan wawancara pemimpin/kepala
sekolah tentang praktik pengambilan keputusan selama ini di lingkungan sekolah.
Praktik berbagi pengambilan
keputusan ini saya dapatkan dari dua orang kepala sekolah yaitu Bapak Soleh,
S.Pd.I (Kepala UPTD SD Negeri 33 Mendo Barat) dan Bapak H.Jamaludin, S.Pd.SD
(Kepala UPTD SD Negeri 7 Mendo Barat). Adapun wawancara ini dilaksanakan Senin
/ 17 Oktober 2022 dan hari berikutnya Selasa / 18 Oktober 2022.
Hasil wawancara dianalisis berdasarkan
konsep-konsep yang telah dipelajari pada modul ini. Kemudian dari hasil analisis
dijadikan sebuah refleksi atas praktik pengambilan keputusan dilema etika yang
telah dijalankan di lingkungan sekolah saya dan sekolah-sekolah lain di lingkungan
saya.
Berikut ini analisis saya dari
hasil wawancara yang telah dilakukan :
1.Adanya hal-hal menarik dari wawancara
dihubungkan dengan materi yang telah dipelajari.
Salah satunya adalah dapat berbagi praktik pengambilan keputusan oleh
kepala sekolah di lingkungan sekolah.
2.Adanya persamaan dan perbedaan hasil wawancara dari dua kepala sekolah
dalam pengambilan keputusan. Persamaannya adalah langkah-langkah pengambilan
keputusan yang mempertimbangkan banyak unsur sehingga keputusan yang diambil menjadi
keputusan yang bijak terutama dengan melibatkan pihak-pihak terkait dalam proses
pengambilan keputusan. Kemudian perbedaannya didasarkan karena faktor kultural
sekolah sehingga setiap keputusan yang diambil telah mempertimbangkan unsur-unsur
dalam sekolah terutama keberpihakkan kepada murid.
3.Adanya rencana ke depan para kepala
sekolah dalam menjalani pengambilan keputusan pada kasus dilema etika. Pesan moral yang saya rangkum dari hasil wawancara adalah setiap masalah pasti ada jalan keluar yang terbaik selama kita
tetap tenang, komunikasi yang baik, mengambil keputusan dengan bijak, seberapa
manfaat keputusan untuk banyak orang, dan keputusan yang diambil harus
dipertanggung jawabkan.
Lalu, bagaimana
saya menerapkan pengambilan keputusan dalam dilema etika di lingkungan sekolah kepada
murid, rekan sejawat, dan lingkungan sekitarnya ? Pengambilan
keputusan merupakan keterampilan yang harus diasah agar kita semakin bijak
dalam menghadapi situasi permasalahan yang sedang dihadapi dan untuk terampil
mengambil keputusan harus sering mengambil keputusan-keputusan.
Berikut ini hasil wawancara praktik pengambilan
keputusan di lingkungan sekolah tersedia di channel Youtube :
Analisis dan Refleksi Pengambilan Keputusan (Doc. Pribadi)
Demikianlah artikel saya pada Modul 3.1 Pengambilan
Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin. Semoga menginpiraasi
untuk para pembaca.
Semangat belajar untuk kita semua dan salam
bahagia…
“Guru penggerak menjadi agen
transformasi di dunia pendidikan”. Makna dari kalimat ini semakin jelas saya
temukan pada Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan
sebagai Pemimpin. Ketika membaca materi pembuka pada alur Eksplorasi Konsep dan
menyelesaikan beberapa kasus yang sering terjadi di lingkungan sekolah kita,
saya temukan bagaimana sebagai seorang pemimpin harus bersikap bijak dalam
pengambilan keputusan yang melibatkan banyak pihak. Adapun pengambilan
keputusan akhir itu diputuskan oleh pemimpin tertinggi di sekolah yaitu kepala
sekolah.
Ketika seorang pemimpin dihadapkan pada suatu
kondisi yang mengharuskannya mengambil sebuah keputusan pastilah melibatkan
banyak pihak dalam situasi (kasus) itu. Kasus yang dihadapi pun bisa saja
berupa dilema etika atau bujukanmoral. Dilema
etika adalah suatu kondisi dalam pengambilan keputusan yang terdapat dua
pilihan benar secara moral namun, saling bertentangan. Sementara bujukan
moral adalah suatu kondisi yang mengharuskan membuat keputusan antara benar
dan salah. Kenyataannya, dilema etika paling banyak kita jumpai dalam
lingkungan sekitar terutama di sekolah dan merupakan tantangan berat yang harus
dihadapi dari waktu ke waktu.
Pada situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan
mendasar yang bertentangan seperti yang telah kita bahas pada Modul 1.4 Budaya
Positif. Adapun nilai-nilai kebajikan universal yang akan selalu ikut serta
dalam situasi dilema etika seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan,
kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab, dan penghargaan akan hidup.
Dalam pengambilan keputusan, seorang pemimpin di
sekolah dapat menggunakan paradigma berpikir yang berbasis nilai-nilai
kebajikan sehingga hasil dari keputusan itu dapat mengakomodir harapan dari
semua pihak tanpa menyampingkan nilai-nilai kebajikan universal yang kita
yakini bersama. Keterampilan pengambilan keputusan
dapat mengacu pada 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan
pengujian keputusan. Berikut ini bahasannya yang saya dapat dari berbagai
sumber di LMS Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 5 :
üEmpat paradigma pengambilan
keputusan
1.Individu lawan kelompok (Individual
vs community)
Paradigma ini terjadi karena
ada pertentangan antara kepentingan individu lawan kepentingan orang lain, kepentingan
individu lawan kelompok kecil/besar, atau kepentingan kelompok kecil lawan
kelompok besar. Contoh dalam sebuah kelas ketika seorang guru dihadapkan dalam
situasi ada kelompok murid yang mengerjakan sesuatu membutuhkan waktu lebih
lama dan ada kelompok murid yang mengerjakan sesuatu dengan waktu lebih cepat
sehingga mereka siap untuk melanjutkan ke pelajaran selanjutnya. Apakah keputusan
yang diambil oleh guru ? Apakah harus melanjutkan pembelajaran selanjutnya,
tetap menunggu semua murid memahami pelajaran ini, atau kah ada opsi lainnya? Dalam
situasi ini, guru menghadapi dilema individu lawan kelompok.
2.Rasa keadilan lawan rasa
kasihan (Justice vs mercy)
Pada paradigma ini, pilihannya
dihadapkan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan
sepenuhnya. Kita bisa memilih untuk berlaku adil dengan memperlakukan hal yang
sama bagi semua orang atau membuat pengecualian dengan alasan kemurahan hati
dan kasih sayang. Ada situasi mengharuskan kita berpegang teguh pada peraturan,
tetapi terkadang membuat pengecualian juga tindakan yang benar. Contohnya
ketika ada murid yang sering datang terlambat ke sekolah karena harus membantu
orangtuanya berjualan di pagi hari sehingga jam 2 pagi dia sudah harus bangun
tidur. Ketika dia terlambat berarti melanggar peraturan sekolah namun, di satu
sisi sebagai guru kita pun kasihan dengan kondisi yang dialaminya. Bagaimana
guru dapat bertindak dengan situasi dilema ini? Dalam situasi ini, guru
menghadapi dilema rasa keadilan lawan rasa kasihan.
3.Kebenaran lawan kesetiaan (Truth
vs loyalty)
Ada situasi yang membuat kita kadang
harus memilih antara jujur atau setia (tanggung jawab) kepada orang lain. Contohnya
ketika kita dihadapkan pada situasi harus jujur dengan apa yang dilakukan salah
seorang teman karena pelanggaran profesinya atau setia pada teman dengan tidak
mengatakan yang sebenarnya. Dalam situasi ini, kita menghadapi dilema kebenaran
lawan kesetiaan.
4.Jangka pendek lawan jangka
panjang (Short term vs long term)
Sering kali kita dihadapkan
pada keputusan yang kelihatannya terbaik untuk saat ini atau yang terbaik untuk
masa yang akan datang. Contohnya ketika seorang guru dihadapkan pada kondisi
harus memberikan nilai akademik kepada murid yang kenyataannya nilai murid itu
jauh dari standar yang telah ditentukan. Mungkin untuk saat ini memberikan nilai baik akan membantunya dalam naik kelas /
tingkat lebih tinggi namun, di satu sisi apakah nilai itu dapat dipertanggung
jawabkan oleh murid dalam kualitas ilmu akademik yang didapatkannya ? Pada kondisi
ini, guru dihadapkan pada dilema jangka pendek lawan jangka panjang.
üTiga prinsip pengambilan
keputusan (prinsip resolusi)
1.Berpikir berbasis hasil akhir
(Ends-based thinking)
2.Berpikir berbasis peraturan (Rule-based
thinking)
3.Berpikir berbasis rasa peduli
(Care-based thinking)
üSembilan langkah pengambilan dan
pengujian keputusan
1.Nilai-nilai yang saling bertentangan
Setiap situasi yang kita
hadapi akan selalu ada nilai-nilai kebajikan universal di dalamnya. Menelaah
nilai-nilai kebajikan yang kita yakini ini menjadi langkah awal dan penting
menuju ke tahap pengambilan keputusan berikutnya.
2.Siapa yang terlibat
Akan
melibatkan banyak pihak dalam situasi yang kita hadapi. Walaupun setiap pihak membawa
kepentingannya masing-masing, namun keterkaitan semuanya mengharuskan pemimpin mengambil
keputusan terbaik untuk mengakomodir semua pihak.
3.Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan
Fakta (data) relevan dari situasi
(kasus) yang terjadi dikumpulkan dari awal hingga akhir secara lengkap. Data-data
ini penting karena dilema etika tidak bersifat teoritis, namun ada
faktor-faktor pendorong dan penarik yang mempengaruhi situasi tersebut sehingga
data yang detail akan menjelaskan seseorang melakukan sesuatu dan bisa juga
mencerminkan kepribadian seseorang dalam situasi tersebut. Hal-hal yang
berpotensi dapat muncul di waktu yang akan datang juga menjadi bagian dari
analisis kita.
4.Pengujian benar atau salah
Pengujian ini dapat dilakukan
dengan :
-Uji legal. Adakah aspek
pelanggaran hukum di dalam situasi itu? Jika “ada” maka, ini merupakan bujukan
moral (benar vs salah). Artinya keputusan yang diambil antara mematuhi hukum
atau tidak, bukan berhubungan dengan moral.
-Uji regulasi. Jika tidak ada
pelanggaran hukum maka, adakah pelanggaran peraturan atau kode etik di dalam situasi
itu?
-Uji Intuisi. Pada langkah ini
mengandalkan perasaan dan intuisi kita dalam merasakan apakah ada yang salah
dengan situasi ini? Apakah tindakan ini sejalan dengan nilai-nilai yang kita
yakini?
-Uji publikasi. Bagaimana jika
situasi ini dipublikasikan di media? Sesuatu yang dianggap ranah pribadi (intern)
menjadi konsumsi publik. Bila kita merasa tidak nyaman maka, kemungkinan besar
kita sedang menghadapi situasi benar lawan salah (bujukan moral)
-Uji panutan. Pada situasi ini,
kita membayangkan seseorang yang menjadi panutan/idola yang menyayangi atau
pelindung untuk kita.
5.Pengujian paradigma benar lawan benar
Kita akan dihadapkan pada 4
paradigma pengambilan keputusan. Pentingnya mengidentifikasikan paradigma ini
bukan hanyamengelompokkan permasalahan namun,
membawa situasi yang sedang dihadapi itu benar berhadapan pada dua nilai inti kebajikan
yang sama-sama penting.
6.Melakukan prinsip resolusi
Langkah ini untuk mengecek
prinsip penyelesaian dilema mana yang akan kita pakai dalam situasi yang sedang
dihadapi.
7.Investigasi opsi trilema (opsi ketiga)
Terkadang kita perlu mencari
opsi lain dari dua pilihan yang sudah ada. Langkah ini sering memunculkan penyelesaian
yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya.
8.Buat keputusan
Ini adalah titik akhir dari pengambilan
keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.
9.Lihat lagi keputusan dan refleksikan
Ketika keputusan telah diambil,
lihat kembali proses pengambilan keputusan ini dan ambil pelajarannya untuk
dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.
Pada Ruang Kolaborasi Modul 3.1 ini, saya bersama tiga
rekan CGP lainnya membahas tentang studi kasus nyata dari salah satu rekan
anggota kelompok kami. Kami melakukan diskusi di hari Jum’at / 14
Oktober 2022 dan mempresentasikan hasilnya di hari kedua Ruang Kolaborasi Sabtu
/ 15 Oktober 2022. Adapun hasil diskusi kelompok kamitersedia di channel Youtube :
Video Ruang Kolaborasi Modul 3.1 (Doc. Youtube Lisa Sya)
Hal menarik yang
saya dapatkan dari Ruang Kolaborasi Modul 3.1 ini adalah saya belajar paradigma,
prinsip, dan tahapan dalam pengambilan keputusan. Jika selama ini dalam pengambilan
keputusan saya tidak bepikir panjang untuk beberapa point penting bahkan terkadang
memihak kepada salah satu pihak karena terbawa oleh perasaan (kasihan) maka,
setelah belajar modul ini terutama berdiskusi di ruang kolaborasi bersama rekan
CGP dan fasilitator, saya memahami bahwa pengambilan keputusan dapat mengacu pada 4 paradigma,
3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.
Seperti yang telah singgung sebelumnya, 9 langkah pengambilan
dan pengujian keputusan bukanlah panduan, bukan juga suatu metode yang bersifat
kaku dalam penerapannya. Akan tetapi, pengambilan keputusan merupakan
keterampilan yang harus diasah agar kita semakin membaik dan bijak dalam
menghadapi situasi permasalahan yang sedang dihadapi.
Demikianlah
artikel saya tentang hasil diskusi dan presentasi dari kelompok kami di Ruang
Kolaborasi Modul 3.1 ini. Semoga menginspirasi untuk para pembaca.
Semangat belajar
untuk kita semua dan salam bahagia…